Menyela-Nyela Rambut Dengan Jari Pada Saat Mandi Wajib Hukumnya
Sedekah dengan Maksud Riya
Bersedekah dengan tujuan duniawi seperti ingin dipuji orang lain atau pamer (riya), ini juga termasuk jenis sedekah yang dilarang atau haram hukumnya. Hal ini karena dapat melukai perasaan orang yang menerima sedekah tersebut.
Selain itu, riya dalam bersedekah juga mampu menghapus pahala sedekah itu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 264,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ... - 264
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir."
Jenis Sedekah yang Hukumnya Haram
Sejumlah sedekah ini haram hukumnya lantaran disebabkan oleh beberapa hal.
Sedekah kepada Ahli Maksiat
Selanjutnya, jenis sedekah yang haram adalah sedekah yang diberikan kepada orang yang senang bermaksiat. Yang mana harta sedekah yang diberikan memungkinkan bisa digunakan untuk melakukan maksiat seperti judi, mabuk, maupun zina.
Jika seseorang menyedekahkan harta kepada orang tersebut, maka sedekat itu bisa menjadi haram.
Nah, itu tadi sederet jenis sedekah yang hukumnya haram karena sejumlah hal tertentu. Jadi, penting bagi kita untuk mengetahui tata cara hingga adab bersedekah dengan baik agar amal yang diperbuat dapat diterima oleh Allah SWT.
Arina.id ~ Guna mendulang suara pemilih, ada berbagai strategi yang digunakan para calon pemimpin yang turut dalam kontestasi politik elektoral. Mulai dari mengaktifkan jaringan sosial, struktur partai politik, atau membangun popularitas melalui media. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa potensi keterpilihan harus juga didukung modal finansial dengan jumlah besar.
Besarnya modal finansial tentunya digunakan sebagai sarana meraih suara dukungan. Sehingga, mudah sekali kita temui ketika mendekati hari pemilihan sebagai besar caleg, kader, maupun simpatisan partai getol membagi-bagikan uang, kaos, sembako dan lain sebagainya kepada masyarakat. Lantas bagaimanakah hukum memberi dan menerima uang ataupun kaos tersebut dalam tinjauan syariat?
Menanggapi fenomena demikian, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (wafat 505 H) menjelaskan bahwa pada dasarnya unsur pemberian yang diberikan oleh seseorang tidak akan terlepas dari suatu motif atau tujuan. Diantaranya ialah pemberian yang bertujuan untuk memikat hati, akan tetapi di balik itu terdapat tujuan lain yang ingin dicapai yakni jalan untuk memuluskan tujuannya:
اَلْخَامِسُ أَنْ يَطْلَبَ التَّقَرُّبَ إِلَى قَلْبِهِ وَتَحْصِيْلُ مَحَبَّتِهِ لاَ لِمَحَبَّتِهِ وَلاَ لِلأَنْسِ بِهِ مِنْ حَيْثُ اَنَّهُ أَنْسٌ فَقَطْ بَلْ لِيَتَوَصَّلَ بِجَاهِهِ إِلَى أَغْرَاضٍ لَهُ يَنْحَصِرُ جِنْسُهَا وَاِنْ لَمْ يَنْحَصِرْ عَيْنُهَا وَكَانَ لَوْلاَ جَاهُهُ وَحَشْمَتُهُ لَكَانَ لاَ يَهْدِيْ إِلَيْهِ فَإِنْ كَانَ جَاهُهُ لأَجْلِ عِلْمٍ أَوْ نَسَبٍ فَالأَمْرُ فِيْهِ أَخَفُّ وَأَخْذُهُ مَكْرُوْهٌ فَإِنَّ فِيْهِ مُشَابَهَةُ الرِّشْوَةِ وَلَكِنَّهَا هَدِيَّةً فِي ظَاهِرِهَا، فَإِنْ كَانَ جَاهُهُ بِوِلايَةٍ تَوَلاَهَا مِنْ قَضَاءٍ أَوْ عَمَلٍ أَوْ وِلاَيَةِ صَدَقَةٍ أَوْ جِبَايَةِ مَالٍ أَوْ غَيْرِهِ مِنَ الأَعْمَالِ السُّلْطَانِيَّةِ حَتَّى وِلايَةَ الأَوْقَافِ مَثَلًا وَكَانَ لَوْلاَ تِلْكَ الْوِلايَةُ لَكَانَ لاَ يَهْدِيْ إِلَيْهِ فَهَذِهِ رِشْوَةٌ عُرِضَتْ فِيْ مَعْرَضِ الْهَدِيَّةِ إِذِ الْقَصْدُ بِهَا فِىْ الْحَالِ طَلَبُ التَّقَرُّبِ وَاكْتِسَابِ الْمَحَبَّةِ
Artinya: “Kelima, pemberian yang bertujuan untuk memikat hati namun di balik itu ada tujuan lain yang ingin dicapai melalui status penerimanya. Dimana status tersebut merupakan jalan untuk memuluskan tujuannya. Pemberian semacam ini perlu dipilah, jika status tersebut terkait keilmuan atau kasta keturunan maka menerima pemberian itu hukumnya makruh. Sebab, kendati bukan termasuk suap, namun memiliki unsur kemiripan meski yang tampak berupa hadiah. Apabila status tersebut berkenaan dengan kekuasaan atau jabatan kenegaraan, yaitu bila jabatan tersebut tidak dimiliki niscaya dia tetap akan menerima pemberiannya, maka hukum menerima pemberian semacam ini dikategorikan sebagai suap dengan kedok hadiah, sebab tujuannya ialah agar dekat dan menarik simpati.” (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin [Beirut: Dar Al-Ma’rifah], vol. 2, h. 155).
Merujuk pada keterangan yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali, maka jika memang pemberian tersebut diberikan hanya sekadar untuk menarik simpati masyarakat, maka hukumnya diperbolehkan. Dan bagi penerima boleh menerimanya, namun hukumnya makruh.
Kendati demikian, jika tujuannya agar dipilih dan terdapat perjanjian yang bersifat mengikat maka termasuk kategori suap (risywah). Dan hukumnya tidak diperbolehkan untuk memberikan serta menerimanya sebab termasuk membantu tindakan maksiat (i’anah ala maksiat).
Larangan praktik suap-menyuap itu disinggung dalam salah satu redaksi hadis yang berbunyi:
لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ
Artinya: “Allah Swt. melaknat pemberi suap dan yang menerima suap dalam hukum.” (H.R. Ahmad)
Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani (wafat 1316 H), suap atau risywah didefinisikan dengan memberikan sesuatu yang diperuntukkan bagi seorang hakim (qadhi) agar menetapkan hukum yang tidak benar, atau agar penyuap terbebas dari hukum yang benar:
وَقَبُوْلُ الرِّشْوَةِ حَرَامٌ وَهِيَ مَا يُبْذَلُ لِلْقَاضِيْ لِيَحْكُمَ بِغَيْرِ الْحَقِّ أَوْ لِيَمْتَنِعَ مِنَ الْحُكْمِ بِالْحَقِّ وَإِعْطَاؤُهَا كَذَلِكَ لِأَنَّهُ إِعَانَةٌ عَلَى مَعْصِيَّةٍ أَمَّا لَوْ رَشِيَ لِيَحْكُمَ بِالْحَقِّ جَازَ الدَّفْعُ وَإِنْ كَانَ يَحْرُمُ عَلَى الْقَاضِيٍ الْأَخْذُ عَلَى الْحُكْمِ مُطْلَقًا
Artinya: “Menerima suap haram hukumnya. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada qadhi agar menetapkan hukum yang tidak benar, atau agar penyuap terbebas dari hukum yang benar. Memberi suap juga diharamkan sebab termasuk membantu terjadinya maksiat. Adapun bilamana menyuap dalam rangka menetapkan hukum yang benar maka di perbolehkan untuk memberikannya, meski tetap diharamkan bagi qadhi untuk mengambilnya berdasarkan keputusan hukum yang ia tetapkan secara mutlak.” (Muhammad bin Umar Nawawi Al-Jawi, Nihayah Az-Zain fi Irsyad Al-Mubtadiin [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 1, h. 370)
Adapun mengenai perbedaan istilah suap (risywah) dan hadiah, Imam Ar-Rafi’i (wafat 623 H) memaparkan dalam kitab Syarh Al-Kabir:
وَإِذَا عَرَفْنَا أَنَّ قَوْلَ الرِّشْوَةِ حَرَامًا مُطْلَقًا وَقَبُوْلَ الْهَدِيَّةِ جَائِزٌ فِى بَعْضِ الأَحْوَالِ طَلَبْتُ الْفَرْقَ بَيْنَهُمَا وَقُلْتُ بَاذِلُ الْمَالِ رَاضٍ فِيْهِمَا جَمِيْعًا تُمُيِّزَ بَيْنَهُمَا وَالَّذِي وَجَدْتُهُ فىِ الْفَرْقِ بَيْنَهُمَا شَيْئَانِ أَحَدُهُمَا فِى كَلامِ الْقَاضِي اِبْنِ كَجٍ أَنَّ الرِّشْوَةَ هِيَ الَّتِى يُشْتَرَطُ عَلَى بَاذِلِهَا الْحُكْمُ بِغَيْرِ الْحَقِّ اَوِ الإِمْتِنَاعِ عَنِ الْحُكْمِ بِالْحَقِّ وَالْهَدِيَّةُ هِىَ الْعَطِيَّةُ الْمُطْلَقَةُ وَالثَّانِي قَالَ الْمُصَنِّفُ فِى الإِحْيَاءِ الْمَالُ إِمَّا أَنْ يُبْذَلَ لِغَرْضٍ آجِلٍ أَوْ عَمَلٍ... وَأَمَّا التَّقَرُّبُ وَالتَّوَدُّدُ إِلَى الْهَدِيَّةِ إِلَيْهِ وَذَلِكَ إِمَّا أَنْ يَطْلُبَ لِنَفْسِهِ فَهُوَ هَدِيَّةٌ أَوْ يَتَوَسَّلً بِجَاهِهِ إِلَى أَغْرِاضٍ وَمَقَاصِدَ فَإِنْ كَانَ جَاهُهُ الْعِلْمَ أَوْ بِالنَّسَبِ فَهُوَ هَدِيَّةٌ وَإِنْ كَانَ بِالْقَضَاءِ وَالْعَمَلِ فَهُوَ رِشْوَةٌ
Artinya: “Telah dijelaskan bahwa suap hukumnya haram secara mutlak sedangkan hadiah diperbolehkan dalam sebagian kondisi. Dari sini perlu dibedakan antara suap dan hadiah. Perbedaan keduanya ditinjau dari dua sisi: Pertama, dikatakan oleh Ibn Kajin bahwa suap adalah pemberian yang disyaratkan dalam penerimaannya untuk menetapkan hukum yang tidak benar atau pemberi terbebas dari tuntutan hukum yang benar. Sedangkan hadiah adalah pemberian semata. Kedua, dikatakan oleh Al-Ghazali dalam Ihya harta-benda adakalanya diberikan untuk tujuan jangka panjang, dan adakalanya diberikan untuk tujuan jangka pendek… Adakalanya harta-benda diberikan untuk mendekati atau meraih simpati dari orang yang diberi. Bila hal itu sebatas kedekatan pribadi maka disebut hadiah. Bila dimanfaatkan untuk meraih tujuan tertentu lewat kedudukan orang yang diberi lantaran ilmu atau nasabnya maka disebut hadiah, dan apabila dimanfaatkan lewat orang yang menyandang kedudukan sebagai hakim ataupun pejabat maka disebut suap.” (Abdul Karim bin Muhammad Abu Al-Qasim Ar-Rafi’i, Al-Aziz Syarh Al-Wajiz [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiah], vol. 12, h. 468).
Berdasarkan referensi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum memberi serta menerima pemberian caleg dalam bentuk apa pun baik berupa uang, kaos, sembako dan hal lainnya diperinci sebagai berikut:
Demikian penjelasan mengenai hukum memberi dan menerima sesuatu dari para kontestan politik. Wallahu’alam Bisshawab.
- Sebelum konser di mulai, Syahrini menyempatkan pamer rambut uniknya di acara press conference. Syahrini pamer rambut tinggi bak menara yang disebutnya sebagai jambul khatulistiwa yang namanya sama dengan tema konsernya #10tahunjambulkhatulistiwa yang digelar di Ciputra Art Preneur, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Rambut uniknya tersebut dibuat berdiri tegak dan tampak kokoh. Anda Arrusa, hair stylist yang ada di balik pembuatan rambut jambul khatulitiwa Syarini malam lalu.
Jambul khatulistiwa Syahrini Foto: Pradita Utama/detikHOT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tingginya kira-kira dua jengkal tangan saya," kata hairstylist Anda Arrusa kepada Wolipop, Jumat (21/9/2018).
Dua jengkal tangan kira-kira setinggi 45 cm. Rambut khatulistiwanya tersebut pun menggunakan rambut asli Syahrini ditambah dengan rambut tambahan agar bisa lebih padat.
"Rambut Incess diblow, dicatok terus disasak padat. Pakai bantuan isian rambut juga di dalamnya supaya bisa mengembang dan padat. Waktu pembuatannya hanya 15 menit," kata Anda kepada Wolipop, Jumat (21/9/2018).
Anda mengatakan bahwa kunci rambut penyanyi 35 tahun yang akrab disapai Incess itu adalah hairpsray. "Hairspraynya harus strong biar nggak ambruk," ucapnya.
Saat Syahrini tampil dengan jambul khatulistiwanya tersebut terkesan berat, namun Anda mengungkapkan bahwa rambutnya tersebut ringan. "Ditekan sedikit bisa langsung tumbang rambutnya. Itu ringan dan Syahrini jaga banget rambutnya biar tidak ambruk," kata hairstylist langganan Syahrini tersebut.
Anda pun ikut sibuk menjadi hairstylist saat konser semalam. Bekerjasama dengan desainer Rinaldy Yunardi, Anda ikut menata rambut serta memasang headpiece megah Syahrini.
The journey of "777paz.com" from its humble beginnings to its current status as a leading gaming website is a testament to the passion and dedication of its creators. By continuously adapting to the changing landscape of the gaming industry, "777paz.com" has established itself as a goto destination for gaming enthusiasts around the world. As the site looks to the future, its commitment to innovation and community engagement ensures that it will remain a key player in the gaming ecosystem.
[Internet World Stats](https://www.internetworld
[Internet World Stats](https://www.internetworld
Ketika ada orang junub bangun tidur di penghujung malam, dia berada dalam keadaan harus memilih antara mandi dan sahur, apa yang harus didahulukan?
Dari penjelasan di atas, kita punya kesimpulan bahwa mandi junub tidak harus dilakukan sebelum subuh. Orang boleh mandi junub setelah subuh, dan puasanya tetap sah.
Sementara sahur, batas terakhirnya adalah subuh. Seseorang tidak boleh sahur setelah masuk waktu subuh.
Dengan menimbang hal ini, seseorang memungkinkan untuk menunda mandi dan tidak mungkin menunda sahur. Karena itu, yang mungkin dia lakukan adalah mendahulukan sahur dan menunda mandi.
Hanya saja, sebelum makan sahur, dianjurkan agar berwudhu terlebih dahulu. Sebagaimana keterangan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Jika kalian dalam keadaan junub, bersucilah..” (QS. Al-Maidah: 6) Demikian, semoga bermanfaat
(Sumber: Kebumenkab.go.id)
Sedekah termasuk amal sholeh yang dianjurkan dalam Islam. Pada dasarnya, bersedekah hukumnya sunnah tapi ada juga jenis sedekah yang tergolong wajib. Di sisi lain, sedekah bisa berubah menjadi haram hukumnya karena sejumlah hal.
Anjuran sedekah salah satunya dimuat dalam Surat Al-Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman:
اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌ - 7
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya. Lalu, orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang sangat besar."
Begitu juga dalam berbagai hadits. Rasulullah SAW bersabda mengenai anjuran sedekah, keutamaan melaksanakannya, hingga ganjaran yang diperoleh bagi yang bersedekah.
Namun, ada jenis sedekah yang berhukum haram lantaran hal tertentu. Sejumlah hal ini pula membuat sedekah yang dilakukan justru memperoleh kecaman bahkan dosa. Lantas, apa saja bentuk sedekah yang dilarang dan hukumnya haram dalam Islam?
Sedekah dari Hasil Usaha yang Haram
Rizem Aizid dalam bukunya yang berjudul Di Bawah Naungan 'Arsy, menjelaskan bahwa sedekah menjadi haram jika diambil dari harta yang dihasilkan dengan cara haram seperti korupsi, pencurian, menipu orang lain, hingga bisnis narkoba.
Harta hasil tindakan-tindakan tersebut tidak boleh disedekahkan karena Allah SWT tidak akan menerima suatu sedekah dari usaha yang diharamkan. Nabi SAW bersabda,
"Siapa yang bersedekah setara dengan satu butir kurma dari hasil usaha yang baik, sementara Allah SWT tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah SWT menerima dengan tangan kanan-Nya, kemudian Allah SWT merawatnya untuk pemiliknya sebagaimana salah seorang di antara kalian merawat anak hewan ternaknya, hingga menjadi gunung." (HR Bukhari)
Bahkan jika ada seseorang yang bersedekah dengan harta haram, Rasulullah SAW mengatakan bahwa ia tidak akan diberi pahala. Ia justru akan memperoleh dosa.
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda, "Siapa saja yang mencari harta yang haram, lalu ia bersedekah dengan harta tadi, ia tidak akan mendapat pahala, tapi akan mendapat dosa atau siksa." (HR Ibnu Rajab)
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا كان جنبا فأراد أن يأكل أو ينام توضأ وضوءه للصلاة
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam kondisi junub, kemudian beliau ingin makan atau tidur, beliau berwudhu sebagaimana wudhu ketika hendak shalat.” (H.r. Muslim, 305).
Namun begitu, seperti menjadi catatan di atas, jangan sampai kondisi junub ketika puasa membuat Anda meninggalkan sholat subuh, disebabkan malas mandi.
Karena meninggalkan sholat adalah dosa yang sangat besar. Sebelum sholat, mandi wajib dulu. Sebab, ini syarat sah shalat. Allah berfirman,
Sedekah dengan Barang Haram
Selain sedekah dari harta hasil cara yang dilarang, sedekah dengan barang atau benda yang haram juga tidak diperbolehkan.
Mengutip buku Fiqh Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly, barang haram di sini yakni haram secara zat seperti daging babi. Maka hukum bersedekah dengan benda tersebut menjadi haram.